Selasa, 20 Juli 2010

Banjir Jakarta 2007

Daftar isi
• 1 Sebab
• 2 Antisipasi
o 2.1 Sistem Pengendali Banjir Jakarta
• 3 Lokasi-lokasi banjir
• 4 Korban
• 5 Dampak dan kerugian
o 5.1 Penyakit
• 6 Pasca bencana
o 6.1 Penanganan sampah
• 7 Banjir susulan
• 8 Komentar pihak berwenang
• 9 Penanggulangan Banjir








fitechcompany.blogspot.com

Banjir Jakarta 2007


Jalan Pos Pengumben, Jakarta Barat yang putus total akibat banjir
Banjir Jakarta 2007 adalah bencana banjir yang menghantam Jakarta dan sekitarnya sejak1 Februari 2007 malam hari. Selain sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari hujanlebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari, ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dariBogor-Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang pasang, mengakibatkan hampir 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga 5 meter di beberapa titik lokasi banjir.
Pantauan di 11 pos pengamatan hujan milik Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) menunjukkan, hujan yang terjadi pada Jumat, 2 Februari, malam lalu mencapai rata-rata 235 mm, bahkan tertinggi di stasiun pengamat Pondok Betung mencapai 340 mm. Hujan rata-rata di Jakarta yang mencapai 235 mm itu sebanding dengan periode ulang hujan 100 tahun dengan probabilitas kejadiannya 20 persen.
Banjir 2007 ini lebih luas dan lebih banyak memakan korban manusia dibandingkan bencana serupa yang melanda pada tahun 2002 dan1996. Sedikitnya 80 orang dinyatakan tewas selama 10 hari karena terseret arus, tersengat listrik, atau sakit. Kerugian material akibat matinya perputaran bisnis mencapai triliunan rupiah, diperkirakan 4,3 triliun rupiah. Warga yang mengungsi mencapai 320.000 orang hingga 7 Februari 2007.
Sebab
Akibat utama banjir ini adalah curah hujan yang tinggi, dan musim hujan di Indonesia mulai bulan Desember dan berakhir bulan Maret. Pada tahun 2007, intensitas hujan mencapai puncaknya pada bulan Februari, dengan intensitas terbesar pada akhir bulan.[1]
KENAPA BISA TERJADI BANJIR ?
Pada dasarnya banjir itu disebabkan oleh luapan aliran air yang terjadi pada saluran atau sungai. Bisa terjadi dimana saja, ditempat yang tinggi maupun tempat yg rendah.
Pada saat air jatuh kepermukaan bumi dalam bentuk hujan (presipitasi), maka air itu akan mengalir ketempat yang lebih rendah melalui saluran2 atau sugai2 dalam bentuk aliran permukaan (run off) sebagian akan masuk/meresap kedalam tanah (infiltrasi) dan sebagiannya lagi akan menguap keudara (evapotranspirasi).
Sebenarnya banjir merupakan peristiwa yang alami pada daerah dataran abnjir, mengapa bisa alami??? Karena dataran banjir terbentuk akibat dari peristiwa banjir. Dataran banjir merupakan derah yang terbentuk akibat dari sedimentasi (pengendapan) banjir. Saat banjir terjadi, tidak hanya air yang di bawa tapi juga tanah2 yang berasal dari hilir aliran sungai. Dataran banjir biasanya terbentuk di daerah pertemuan2 sungai. Akibat dari peristiwa sedimentasi ini, dataran banjir merupakan daerah yg subur bagi pertanian, mempunyai air tanah yang dangkal sehingga cocok sekali bagi pemukiman dan perkotaan.
Itu faktor penyebab yg alami…. sekarang kita tengok yg tidak alami atau akibat dari perubahan
Ada dua faktor perubahan kenapa banjir terjadi
Pertama itu perubahan lingkungan dimana didalamnya ada perubahan iklim, perubahan geomorfologi, perubahan geologi dan perubahan tata ruang. Dan kedua adalah perubahan dari masyarakat itu sendiri
Hujan merupakan faktor utama penyebab banjir. Perubahan iklim menyebabkan pola hujan berubah dimana saat ini hujan yang terjadi mempunyai waktu yang pendek tetapi intensitasnya tinggi. Akibat keadaan ini saluran2 yg ada tidak mampu lagi menampung besarnya aliran permukaan dan tanah2 cepat mengalami penjenuhan.


Antisipasi
Pengendali Banjir Jakarta
Untuk menangani banjir, Provinsi DKI Jakarta telah membangun serangkaian Sistem Pengendali Banjir Jakarta. Berikut adalah Sistem Kawasan Pengendali Banjir dan Drainase Jakarta sampai 2010: [2]
Jakarta Utara
 Sunter Timur I
 Sunter Timur II
 Kelapa Gading
 Sunter Barat
 Sunter Selatan
 Pademangan
 Jembatan V
 Teluk Gong
 Angka Bawah
Jakarta Barat
 Jelambar
 Grogol
 Pinangsia
 Jati Pulo
 Kali Sekretaris
 S.P.Barat Jakarta Pusat
 Sawah Besar
 Sumur Batu
 Cideng Bawah
Jakarta Selatan
 Kali Grogol Atas
 Duren Tiga
 Pondok Karya
 Sangrila
Jakarta Timur
 Duren Sawit
 Cipinang Sistem Saluran Makro (13 sungai)
1. Kali Mookevart
2. Kali Angke
3. Kali Pesanggrahan
4. Kali Grogol
5. Kali Krukut
6. Kali Baru (Pasar Minggu)
7. Kali Ciliwung
8. Kali Baru Timur
9. Kali Cipinang
10. Kali Sunter
11. Kali Buara
12. Kali Jati Kramat
13. Kali Cakung
Banjir Kanal
1. Banjir Kanal Barat
2. Banjir Kanal Timur


Lokasi-lokasi banjir


Pengguna Kendaraan menggunakan jasa gerobak untuk menyeberangkan mereka
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menyatakan, sebagian wilayah Jakarta Barat di sekitar Kali Angkeberstatus siaga satu karena tinggi air 3,75 meter dari ambang batas 3 meter. Wilayah lain berstatus siaga dua dan tiga.
Kemacetan akibat banjir juga terjadi di daerah Cipinang, Jakarta Timur. Di Jalan DI Panjaitan, sepeda motor yang tidak dapat melewati jalan itu berbalik arah dan naik ke jalan tol yang lebih tinggi.
Hujan deras juga menyebabkan tanggul jebol di Banjir Kanal Barat (BKB) persis di aliran Kali Sunter. Air meluber langsung ke perkantoran dan perumahan warga. Tanggul BKB jebol Jumat dini hari, sementara Kali Sunter baru Jumat siang. Akibat tanggul jebol, kawasan Jatibaru-Tanah Abang dan Petamburan tergenang air hingga setinggi 2 meter. Evakuasi warga di Petamburan mengalami kesulitan karena banyak permukiman terletak di antara gang sempit, bahkan tidak muat untuk dilewati perahu karet.
Jalan Kampung Melayu Besar di Jakarta Timur tidak bisa dilewati kendaraan, tetapi warga menyewakan gerobak untuk mengangkut pengendara dan kendaraan roda dua. Sebagian besar Jakarta Utara, mulai dari Marunda, Rorotan, Koja, Kelapa Gading, hingga ke barat, yakni Sunter, Tanjung Priok, Pademangan, Angke, Pluit, dan Kapuk pun terendam banjir. Tinggi genangan bervariasi, 30 sentimeter hingga 1 meter.
Jl Raya Kembangan, Jakarta Barat Digenangi air setinggi lutut orang dewasa hingga lalu lintas yang setiap hari macet dan ramai pada saat itu menjadi sepi dan gelap gulita di malam hari. Hanya kendaraan dengan roda besar, gerobak dan delman yang mampu melewati wilayah itu. Listrik padam selama 3 hari. Air Baru surut pada hari ke empat (Selasa).
Korban
Hingga tanggal 8 Februari 2007, menurut data Polda Metro Jaya jumlah korban meninggal akibat banjir di Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi mencapai 48 orang; dan di Bogor sebanyak 7 orang.[3]
Pada tanggal 9 Februari 2007 meningkat menjadi 66 orang, sebagaimana dicatat Kantor Berita Antara: Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB) menyatakan sebanyak 66 orang meninggal akibat bencana banjir yang terjadi di tiga provinsi, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.[4]
Pada tanggal 10 Februari jumlah korban meningkat menjadi 80 orang. Jumlah ini mencakup korban di tiga provinsi dengan perincian DKI Jakarta 48 orang, Jawa Barat 19 orang, dan Banten 13 orang. [5]
Bagian ini membutuhkanpengembangan.

Dampak dan kerugian


Sebuah taksi yang terbalik dan terendambanjir di Jakarta Selatan pada banjir Jakarta2007.
Seluruh aktivitas di kawasan yang tergenang lumpuh. Jaringan telepon dan internet terganggu. Listrik di sejumlah kawasan yang terendam juga padam.
Puluhan ribu warga di Jakarta dan daerah sekitarnya terpaksa mengungsi di posko-posko terdekat. Sebagian lainnya hingga Jumat malam masih terjebak di dalam rumah yang sekelilingnya digenangi air hingga 2-3 meter. Mereka tidak bisa keluar untuk menyelamatkan diri karena perahu tim penolong tidak kunjung datang.
Di dalam kota, kemacetan terjadi di banyak lokasi, termasuk di Jalan Tol Dalam Kota. Genangan-genangan air di jalan hingga semeter lebih juga menyebabkan sejumlah akses dari daerah sekitar pun terganggu.
Arus banjir menggerus jalan-jalan di Jakarta dan menyebabkan berbagai kerusakan yang memperparah kemacetan. Diperkirakan sebanyak 82.150 meter persegi jalan di seluruh Jakarta rusak ringan sampai berat. Kerusakan beragam, mulai dari lubang kecil dan pengelupasan aspal sampai lubang-lubang yang cukup dalam. Kerusakan yang paling parah terjadi di Jakarta Barat, tempat jalan rusak mencapai 22.650 m², disusul Jakarta Utara (22.520 m²), Jakarta Pusat (16.670 m²), Jakarta Timur (11.090 m²). Kerusakan jalan paling ringan dialami Jakarta Timur, yang hanya menderita jalan rusak seluas 9.220 m². Untuk merehabilitasi jalan diperkirakan diperlukan dana sebesar Rp. 12 miliar. [6]
Banjir juga membuat sebagian jalur kereta api lumpuh. Lintasan kereta api yang menuju Stasiun Tanah Abang tidak berfungsi karena jalur rel di sekitar stasiun itu digenangi air luapan Sungai Ciliwung sekitar 50 sentimeter.
Sekitar 1.500 rumah di Jakarta Timur hanyut dan rusak akibat banjir. Kerusakan terparah terdapat di Kecamatan Jatinegara dan Cakung. Rumah-rumah yang hanyut terdapat di Kampung Melayu (72 rumah), Bidaracina (5), Bale Kambang (15), Cawang (14), dan Cililitan (5). Adapun rumah yang rusak terdapat di Pasar Rebo (14), Makasar (49), Kampung Melayu (681), Bidaracina (16), Cipinang Besar Selatan (50), Cipinang Besar Utara (3), Bale Kambang (42), Cawang (51), Cililitan (10), dan Cakung (485). [7]
Kerugian di Kabupaten Bekasi diperkirakan bernilai sekitar Rp 551 miliar. Kerugian terbesar adalah kerusakan bangunan, baik rumah penduduk maupun kantor-kantor pemerintah. Selain itu jalan kabupaten sepanjang 98 kilometer turut rusak. Sedikitnya 7.400 hektar sawah terancam puso. [8]
Penyakit
Setelah banjir penyakit infeksi saluran pernafasan, diare, dan penyakit kulit menjangkiti warga Jakarta, terutama yang berada di pengungsian. Ini disebabkan keadaan sanitasi dan cuaca yang buruk [9]
Ditemui pula beberapa kasus demam berdarah[10] dan leptospirosis[11] Sebagai akibat genangan air setelah banjir.

Pasca bencana
Hingga hampir sepekan pascabanjir, 14 Februari 2007, 20 lampu lalu lintas di seluruh DKI Jakarta masih tidak berfungsi. Matinya lampu lalu lintas menyebabkan arus kendaraan di beberapa kawasan terganggu dan menimbulkan kemacetan. Di Jakarta Pusat lalu lintas di beberapa perempatan tidak dipandu lampu lalu lintas. Di kawasan Roxy, misalnya, lampu lalu lintas tidak berfungsi. Akibatnya, kemacetan terjadi sepanjang pagi hingga menjelang sore. Situasi serupa tampak di kawasan Kramat Bunder.
Penanganan sampah

Setelah banjir surut volume sampah yang harus ditangani meningkat. Sampah-sampah yang terbawa sungai pada sampai tanggal 8 Februari berlipat ganda dari 300 m³ menjadi 600 m³ per hari. Sampah-sampah tersebut berupa antara lain berupa puing bangunan, kayu dan perabotan hanyut. [12]Selain itu banyaknya sampah yang dikirim ke tempat penampungan akhir (TPA) Bantargebang, Bekasi, juga bertambah. Sampai 15 Februari kiriman sampah sisa banjir ini diperkirakan mencapai 1.500 ton per hari[13].
Banjir susulan
Hujan deras sejak Selasa pagi, 13 Februari, di Depok dan sebagian wilayah Jakarta Selatan menyebabkan air kembali menggenangi sebagian rumah-rumah warga yang baru saja kering dari terpaan banjir pekan sebelumnya. Hujan tersebut menyebabkan Kali Krukut yang melintasi kawasan Kemang dan Petogogan, Jakarta Selatan meluap.
Luapan itu meluas dan menggenangi rumah-rumah warga di perkampungan tersebut hingga sebatas lutut orang dewasa. Kontur tanah perkampungan yang menjorok rendah ke arah sungai menyebabkan wilayah itu mudah sekali terbanjiri luapan air dari sungai. Di kawasan Kemang, tepatnya di Kelurahan Bangka, air menggenangi sekitar seratusan rumah petak di belakang deretan kafe-kafe elit di Jalan Kemang Raya. Semakin mendekati Kali Krukut, air sudah memasuki bagian dalam rumah hingga sebetis. Banjir besar pekan lalu telah menerpa kampung tersebut hingga ketinggian dua meter.
Banjir serupa juga kembali menimpa warga Perumahan Pondok Payung Mas, Kelurahan Cipayung, Kecamatan Ciputat, Tangerang, Banten.
Hujan yang turun pada hari Sabtu 17 Februari menyebabkan sebanyak 2.761 warga Jakarta dari 612 kepala keluarga (KK), terpaksa mengungsi kembali karena rumah mereka tergenang air. Genangan ini terjadi di beberapa pemukiman di Pancoran, Kebayoran Baru, Jatinegara, dan Kramat Jati. Ketinggian genangan berkisar antara 40-120 cm. [14]
Komentar pihak berwenang
Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso menanggapi kritikan dengan mengatakan bahwa banjir ini adalah fenomena alam, [15], dan merupakan banjir lima tahunan. Sutiyoso menganggap pemerintah sudah berusaha maksimal menangani banjir.[16] Banjir besar sebelumnya terjadi di tahun 1996 dan 2002 yang berarti interval pertamanya adalah enam tahun.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie berkomentar bahwa para korban banjir "masih dapat tertawa" dan peristiwa banjir ini hanya dibesar-besarkan media "seolah-olah dunia mau kiamat"[17] sehingga ia dikritik para korban dan anggota DPR.[18] Padahal kenyataan di lapangan memperlihatkan bahwa banyak korban banjir yang bahkan tidak mampu berkomentar akibat dari tekanan stress serta buruknya kondisi hidup di tempat-tempat pengungsian.

PENANGGULANGAN BANJIR

Ketika banjir datang, selalu terjadi saling menuding tentang siapa yang salah. Di lain pihak, para ahli cendekia lalu sibuk mengeluarkan pendapat tentang apa dan mengapa terjadi banjir. Ketika banjir surut, perhatian akan banjir ikut surut pula. Kemudian ribut-ribut lagi ketika musim berganti dan banjir datang berulang.

Secara filosofis, ada tiga metode penanggulangan banjir. Pertama, memindahkan warga dari daerah rawan banjir. Cara ini cukup mahal dan belum tentu warga bersedia pindah, walau setiap tahun rumahnya terendam banjir. Kedua, memindahkan banjir keluar dari warga. Cara ini sangat mahal, tetapi sedang populer dilakukan para insinyur banjir, yaitu normalisasi sungai, mengeruk endapan lumpur, menyodet-nyodet sungai. Faktanya banjir masih terus akrab melanda permukiman warga. Ketiga, hidup akrab bersama banjir. Cara ini paling murah dan kehidupan sehari-hari warga menjadi aman walau banjir datang, yaitu dengan membangun rumah-rumah panggung setinggi di atas muka air banjir.

Secara normatif, ada dua metode penanggulangan banjir. Pertama, metode struktur, yaitu dengan konstruksi teknik sipil, antara lain membangun waduk di hulu, kolam penampungan banjir di hilir, tanggul banjir sepanjang tepi sungai, sodetan, pengerukan dan pelebaran alur sungai, sistem polder, serta pemangkasan penghalang aliran. Kedua, metode nonstruktur berbasis masyarakat, yaitu dengan manajemen di hilir di daerah rawan banjir dan manajemen di hulu daerah aliran sungai.
Anggaran tak seimbang

Dalam pertemuan-pertemuan antarpemangku kepentingan (stakeholder) tentang penanggulangan banjir, telah ada political will dari pemerintah, yaitu akan melaksanakan penanggulangan banjir secara hibrida, dengan melaksanakan gabungan metode struktur dan nonstruktur secara simultan. Bahkan, telah dibuat dalam perencanaan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Namun, dalam implementasinya, penanggulangan banjir yang dilakukan pemerintah masih sangat sektoral, alokasi anggaran antarsektor tidak seimbang. Anggaran penanggulangan banjir metode struktur alias konstruksi teknik sipil lebih besar dibandingkan dengan anggaran metode nonstruktur yang lebih berbasis masyarakat.

Padahal, penanggulangan banjir dengan metode nonstruktur berbasis masyarakat tidak kalah pentingnya. Pertama, berupa manajemen di hilir di daerah rawan banjir, antara lain pembuatan peta banjir, membangun sistem peringatan dini bencana banjir, sosialisasi sistem evakuasi banjir, kelembagaan penanganan banjir, rekonstruksi rumah akrab banjir, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam penanggulangan banjir, serta kemungkinan asuransi bencana banjir.

Kedua, berupa manajemen di hulu daerah aliran sungai, antara lain pengedalian erosi, pengendalian perizinan pemanfaatan lahan, tidak membuang sampah dan limbah ke sungai, kelembagaan konservasi, pengamanan kawasan lindung, peningkatan kapasitas dan partisipasi masyarakat dalam kegiatan konservasi.

Rumah akrab banjir

Hingga dekade yang lalu, cita-cita para ahli banjir masih terus mengumandangkan slogan "bebas banjir" dengan memaksakan teknologi untuk melawan banjir, antara lain sodetan, tanggul sungai, bendungan, dan sebagainya. Namun, dalam diskusi dan publikasi mutakhir tentang manajemen bencana banjir, terjadi perubahan paradigma. Di Vietnam, khususnya warga yang hidup di DAS Mekong, yang semula bermimpi untuk bebas dari banjir (free from flood), akhirnya memutuskan hidup bersama banjir (living with flood), antara lain dengan mengubah rumah-rumah mereka menjadi rumah panggung.

Saat ini, banyak institusi penelitian yang melakukan penelitian konsep rumah akrab banjir, salah satunya Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman (Puskim), di Jalan Panyaungan, Cileunyi Wetan, Kabupaten Bandung. Ada yang unik dari desain rumah akrab banjir kreasi peneliti Puskim ini, bukan berupa rumah panggung, tetapi rumah apung, yang bisa naik turun sesuai ketinggian banjir. Apa pun desainnya, sebaiknya kreasi para peneliti ini segera diimplentasikan di daerah rawan banjir bekerja sama dengan dunia usaha.

Mengajak masyarakat membangun rumah panggung merupakan tantangan tersendiri, selain perlu uang ekstra untuk rekonstruksi rumah, juga perlu sosialisasi membiasakan diri hidup di rumah panggung. Namun, cara hidup akrab bersama banjir seperti ini relatif lebih murah dan berkelanjutan dibandingkan dengan cara relokasi maupun penerapan metode teknologi penanggulangan banjir yang belum tentu berhasil.

Tentunya komitmen hidup akrab bersama banjir, tetap dilandasi semangat tidak melanggar peraturan yang berlaku. Misalnya Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yang mengamanatkan perlunya perlindungan terhadap sempadan sungai untuk melindungi fungsi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kondisi sungai serta mengamankan aliran sungai. Salah satu kriteria sempadan sungai disebutkan sekurang-kurangnya tiga puluh meter dihitung dari tepi sungai untuk sungai yang tidak bertanggul.

Penanggulangan banjir memang kompleks, apalagi masyarakat tidak diajak berperan, jadi memang pantas ada sindiran bahwa sejak tiga dekade lalu telah sejuta rencana, tetapi penanggulangan banjir belum juga berhasil.

4 komentar:

  1. Sama kayak wikipedia........

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

      Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

      Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

      Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

      Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

      Hapus

Komentar Anda